Toraja Bercerita |
Siapa tak kenal Tana Toraja? Daerah yang berada di Sulawesi Selatan ini amat kondang berkat berbagai tempat wisatanya yang eksotik seperti Pallawa, Londa, Ke'te Kesu, Batu Tumonga, Lemo dan banyak lainnya. Selain itu ragam budaya juga ritual adatnya yang unik, khas, menarik bahkan telah mendunia yakni Rambu Solo, Rambu Tuka, Upacara Ma'nene', Mapasilaga Tedong juga atraksi Sisemba membuat wisatawan baik domestik maupun mancanegara selalu menjadikan Tana Toraja sebagai destinasi wisata yang tidak boleh dilewatkan.
Saat ini Tana Toraja tengah mengelar event pariwisata dan budaya Lovely Toraja yang bertemakan "Toraja Goes To The World Cultural Heritage". Pagelaran yang puncaknya akan diselenggarakan pada tanggal 09 November 2015 tersebut kabarnya akan dihadiri oleh duta besar dari berbagai negara. Event ini diharapkan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.
Selain berbagai tempat wisata dan ritual adat yang sangat khas, masyarakat Toraja juga dikenal memiliki berbagai aktivitas harian yang menarik seperti ma'kombongan, menanam dan menjemur padi, berkebun bahkan mengambil tuak merupakan kegiatan sehari-hari yang sudah menjadi rutinitas. Sebab bagi masyarakat Tana Toraja minum tuak sudah menjadi tradisi. Terlebih dalam setiap pesta adat, tuak menjadi minuman yang tidak pernah ditinggalkan.
Tuak - sumber gambar Mongabay |
Tuak atau masyarakat Toraja sering menyebutnya dengan nama ballo merupakan minuman yang berasal dari cairan nira pohon enau yang memang sangat mudah dijumpai di daerah tersebut. Sejak jaman dahulu kala masyarakat Tana Toraja sudah lekat dengan ballo. Saat itu ballo sempat dijadikan sebagai minuman pelengkap di kala raja mengadakan pesta. Ballo juga menjadi minuman pembangkit keberanian dan semangat prajurit yang hendak maju berperang.
Kehadiran tuak di Tana Toraja saat inipun tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ballo bisa ditemui dengan mudah. Penjualnya pun berbagai macam. Mulai dari pedagang tuak yang sengaja datang dari desa, penyadap nira yang menjualnya dalam jerigen, warung khusus ballo bahkan warung makan juga menyediakan minuman khas tersebut. Tua, muda, laki-laki dan perempuan di Tana Toraja menjadi penikmat tuak. Hingga terkenal ungkapan yang menyatakan "Tannia toraya ke tae na mangngiru" atau "Bukan orang Toraja jika tidak minum-minuman keras".
Bagi penduduk Tana Toraja, tuak diyakini mampu mengusir hawa dingin yang merasuk tubuh. Bahkan bagi sebagian orang minuman tersebut dianggap memiliki khasiat sebagai menambah tenaga. Sedangkan tuak yang disajikan dalam ritual adat umumnya berfungsi untuk mempererat tali persaudaraan, pencair suasana, mengakrabkan diri dengan orang lain juga sebagai ungkapan terima kasih dari tuan rumah kepada para tamu yang telah hadir. Jadi setiap kali sebuah keluarga menggelar upacara adat maka sebagai penghormatan para tamu akan meminum tuak yang disediakan.
Pohon Enau - sumber gambar bp3.blogger.com |
Namun untuk mendapatkan tuak tidak sembarang orang mampu melakukannya. Hanya pamba'ta atau orang yang menyaring tuak dari pohonnya saja yang mampu mendapatkannya. Itupun masih diperlukan pengetahuan khusus. Sebab tidak semua pohon enau mampu menghasilkan tuak.
Proses mengambil tuak sendiri diawali dengan cara memilih pohon enau yang matang. Tandanya yaitu pohon tersebut paling tidak berumur 7 tahun dan sudah keluar tangkai buahnya. Setelah buahnya berwarna hitam kecoklatan barulah pamba'ta mengayun buah tersebut. Selain diayun pamba'ta juga harus memukul-mukul tandan buah yang berada di atas pohon selama beberapa minggu agar kelak cairan nira dapat keluar dengan lancar.
Selesai mengayun dan memukul, pamba'ta akan memotong setengah dari tandan buah lalu dibersihkan dan diiris tipis serta dilumuri berbagai resep. Setelah itu ujungnya dibungkus dan didiamkan selama 2 atau 3 hari agar didapat tetesan nira yang berkualitas. Nira yang baru saja keluar biasanya berwarna putih, kental, sedikit berlendir dan rasanya manis. Untuk menjadi tuak Pamba'ta akan mencampur nira (misalnya dengan memberi kulit kayu) selama beberapa jam hingga akhirnya terciptalah minuman yang mengandung alkohol.
Untuk menampung nira seorang pamba'ta biasanya menggunakan wadah bambu yang diletakkan tepat di bawah cairan yang tengah menetes. Aktivitas pengambilan nira ini dilakukan 2 kali sehari yakni setiap pagi dan sore. Pamba'ta akan meninggalkan wadah bambu di pagi hari hingga sore harinya dia kembali untuk mengambil wadah bambu yang kini telah dipenuhi nira. Dan begitulah setiap hari seorang pamba'ta akan meninggalkan wadah bambunya agar bisa memanen nira.
Memotong tandan buah - sumber gambar bp2.blogger.com |
Tuak yang dihasilkan dari Tana Toraja sendiri memiliki rasa yang berbeda-beda tergantung cara pengolahannya. Seperti misalnya tuak pa'buli yang dalam proses pembuatannya diberi kulit kayu sehingga rasanya menjadi agak pahit dan warnanya tidak lagi putih melainkan kemerahan. Ada pula tuak balalo' yang cita rasanya kecut. Selain kedua macam tuak tersebut masih ada tuak dari bera juga palesan. Dan biasanya seorang pemba'ta mampu menebak rasa tuak hanya dengan mencium aroma atau melihat warnanya saja.
Dalam sebuah pesta adat yang digelar oleh masyarakat Toraja tuak tidak hanya tersaji di tengah-tengah pesta. Tetapi mulai dari persiapan hingga pesta berakhir tuak selalu tersedia. Dari banyak sedikitnya tuak yang disajikan kita bisa menilai bagaimana status sosial sang tuan rumah. Seseorang yang memiliki status sosial ekonomi tinggi akan menyediakan tuak dalam jumlah lebih banyak dari warga yang status sosialnya lebih rendah. Demikian pula tokoh masyarakat akan mendapatkan bambu berisi tuak yang diantarkan langsung ke hadapannya. Berbeda dengan masyarakat kebanyakan yang harus mengambil sendiri jika mereka ingin menikmati segelas tuak.
Tradisi minum tuak dalam pesta adat - sumber gambar shamawar |
Dan sebagai warga negara Indonesia tentulah kita bangga dengan berbagai kebiasaan masyarakat Tana Toraja berikut segala ritual budayanya yang amat unik, menarik dan khas. Salah satu media online yang saat ini terus menyuarakan berbagai informasi mengenai budaya dan pariwisata Tana Toraja adalah Toraja Bercerita. Dengan lebih mengenal serta memahami kebiasaan yang beraneka ragam tentulah kita akan semakin mencintai budaya negeri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar